

Oleh Dr. Ahmad Kosasih, S.E., M.M.Dosen Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka.
Kota Bekasi ,bcaraka-news. com– Hadis Nabi Muhammad SAW menyebutkan, “Apabila suatu urusan diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah kehancurannya” (HR. Bukhari).
Pesan singkat namun mendalam ini menjadi refleksi penting bagi masyarakat modern, khususnya dalam tata kelola organisasi, pemerintahan, maupun kehidupan sehari-hari.
Dalam dunia manajemen modern, pesan tersebut dikenal dengan istilah “the right man in the right place”, atau menempatkan orang yang tepat di posisi yang tepat.
Prinsip ini menekankan bahwa keberhasilan suatu organisasi atau institusi sangat ditentukan oleh kecocokan antara kompetensi seseorang dengan tanggung jawab yang diemban.
Relevansi Hadis dengan Kehidupan Kekinian
Fenomena menempatkan orang yang tidak sesuai keahliannya masih sering kita temui, baik dalam ranah politik, birokrasi, perusahaan, maupun komunitas kecil di masyarakat.
Akibatnya, kinerja tidak optimal, pelayanan terganggu, bahkan memunculkan masalah baru yang berujung pada hilangnya kepercayaan publik.
Misalnya, ketika jabatan strategis diisi oleh orang yang tidak memiliki pengalaman dan kompetensi, kebijakan yang lahir seringkali jauh dari kebutuhan masyarakat.
Di sisi lain, profesional yang memiliki kapasitas justru tersingkir hanya karena faktor kedekatan atau kepentingan tertentu.
Inilah yang menjadi peringatan dalam hadis tersebut: kehancuran bukan hanya berupa bencana besar, melainkan gagalnya sebuah sistem akibat salah kelola sumber daya manusia.
Prinsip Profesionalisme
Dalam dunia kerja, profesionalisme menuntut kemampuan, integritas, dan dedikasi.
Seorang dokter tentu tidak bisa digantikan oleh orang yang tidak memiliki pendidikan kedokteran. Begitu pula seorang insinyur, guru, atau aparat penegak hukum.
Masing-masing bidang memiliki keahlian khusus yang hanya dapat diperoleh melalui pendidikan, pelatihan, dan pengalaman.
Menempatkan orang sesuai dengan kompetensinya bukan hanya soal produktivitas, tetapi juga menyangkut keadilan sosial.
Masyarakat berhak mendapatkan pelayanan terbaik dari para ahli yang kompeten di bidangnya.
Belajar dari Prinsip “The Right Man in The Right Place”Banyak contoh keberhasilan lahir karena tepatnya penempatan sumber daya manusia.
Perusahaan yang memperhatikan kompetensi karyawan biasanya mampu berkembang pesat, karena setiap orang bekerja sesuai bidangnya.
Demikian pula pemerintahan yang memilih pejabat berdasarkan rekam jejak dan kemampuan, bukan karena kepentingan politik, biasanya melahirkan kebijakan yang solutif dan berpihak pada rakyat.
Sebaliknya, kesalahan dalam penempatan posisi dapat menimbulkan efek domino: program tidak berjalan, anggaran terbuang percuma, dan masyarakat menjadi korban.
Inilah yang sering disebut “kehancuran sistemik” yang sebenarnya sudah diperingatkan oleh Rasulullah SAW sejak 14 abad lalu.
Penutup
Hadis Nabi SAW dan konsep modern the right man in the right place seharusnya menjadi landasan bersama dalam membangun masyarakat yang sehat, berdaya saing, dan berkeadilan.
Kepemimpinan dan manajemen harus menekankan meritokrasi, bukan sekadar kepentingan sesaat.
Pesan moralnya jelas: jangan pernah menyerahkan suatu urusan pada orang yang tidak ahlinya. Sebab, bukan hanya individu atau institusi yang rugi, tetapi juga masyarakat luas yang akan menanggung akibatnya.
Sudah saatnya semua pihak-baik pemerintah, lembaga, organisasi, maupun komunitas berkomitmen menempatkan orang yang tepat sesuai keahliannya.
Dengan begitu, urusan publik bisa ditangani secara profesional, kepercayaan masyarakat meningkat, dan tujuan kesejahteraan bersama dapat tercapai.
Jika tidak, maka peringatan Rasulullah akan menjadi kenyataan: urusan yang salah kaprah akan membawa kehancuran. Dan itu bukan lagi ancaman, melainkan realitas yang sudah sering kita saksikan.(AK)
