

JAKARTA – Ada beberapa Kepala Desa di Indonesia yang tidak tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP). Hal ini diungkapkan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian saat rapat anggaran bersama Komisi II DPR RI, di Komplek Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (8/7/2025).
Awalnya, Tito memandang rendahnya Pendidikan Kepala Desa ini menimbulkan kesulitan program pembangunan di desa. Namun Tito tidak bisa menyalahkan kepala desa, karena mereka telah dipilih oleh rakyat.
“Karena kepala desa ini dipilih rakyat, bisa jadi dia pintar orangnya, pendidikan tinggi, tapi hampir beberapa persen, kalau tidak salah, sekitar 30-40 persen yang tidak tamat SMP kalau saya tidak salah,” kata Tito.
Tito mengatakan, ia meminta salah satu stafnya agar mencari data yang lebih tepat. Hasilnya, ada sekitar 20 persen kepala desa yang tidak menyelesaikan sekolah SMP. Kendati begitu, menurut Tito, tingkat pendidikan yang rendah, belum tentu berarti tidak berpendidikan, karena bisa saja seseorang yang menjadi kepala desa belajar secara otodidak.
“Tapi, kita tidak berarti kalau dia tidak sekolah, ya berarti kurang; ada juga yang otodidak, bisa juga,” ucap dia.
Menyikapi hal ini, Kemendagri kemudian membuat Program Penguatan Pemerintahan dan Pembangunan Desa (P3PD). Kata Tito, program ini telah berjalan dengan bantuan World Bank yang menyasar 70.000 kepala desa se-Indonesia.
Ia menyebutkan, ketika pesta demokrasi 2024 berjalan, program ini sempat terhenti, karena Tito khawatir program ini akan dicap sebagai gerakan politik yang merusak netralitas kepala desa.
“Mau ada pilpres, kita hentikan, jangan sampai dipelintir seolah-olah kegiatan penguatan kepala desa ini harus dilakukan, tapi ada kegiatan pemilihan ini dua bulan sebelumnya kita setop,” kata dia.
