

JAKARTA – Peredaran rokok ilegal menjadi ancaman serius yang menuntut perhatian lebih dari pemerintah daerah. Ni Made Shellasih, Program Manager Indonesian Youth Council for Tactical Changes (IYCTC), menyerukan peningkatan pengawasan dan pelacakan menyeluruh terhadap produsen rokok ilegal, serta penindakan tegas untuk memutus mata rantai distribusinya.
Tak hanya itu, IYCTC juga mendesak agar kebijakan standardisasi kemasan rokok terus dilanjutkan dan diterapkan secara ketat.
Ni Made menjelaskan bahwa dampak rokok ilegal melampaui masalah kesehatan masyarakat, juga memengaruhi keberlanjutan sistem jaminan sosial negara.
Oleh karena itu, dirinya berharap, Pemda dapat memanfaatkan Dana Bagi Hasil Cukai Tembakau (DBH-CHT) secara optimal untuk kegiatan pengawasan dan edukasi, memastikan kebijakan tidak hanya sebatas di atas kertas.
Peningkatan peredaran rokok ilegal, menurut IYCTC, dipengaruhi oleh persoalan struktural yang kompleks. Lemahnya pengawasan dan penindakan hukum, ditambah dengan tidak adanya pembatasan kepemilikan mesin pelinting serta minimnya sistem pelacakan distribusi, menjadi faktor pendorong utama.
Temuan survei CISDI menguatkan hal ini, menunjukkan tingginya angka rokok ilegal di kota-kota besar seperti Surabaya (20,6%) dan Makassar (21,4%). Kedua kota ini memiliki kesamaan, yakni berdekatan dengan pelabuhan besar dan pusat produksi tembakau.
“Sementara kota lain yang dekat wilayah produksi, tapi tidak jadi jalur distribusi utama, angkanya jauh lebih rendah. Jadi ini bukan soal harga atau bungkus, tapi soal distribusi dan kontrol suplai,” tegas Manik Marganamahendra, Ketua IYCTC.
Lebih lanjut, survei CISDI juga menemukan banyak produk ilegal yang sudah mencetak peringatan kesehatan menyerupai produk legal, mengindikasikan skala produksi yang besar dan masalah serius pada rantai pasok yang harus ditangani.
Mengenai standardisasi kemasan, kebijakan ini digagas oleh Kementerian Kesehatan untuk menurunkan daya tarik produk tembakau, terutama bagi anak dan remaja, dengan menciptakan kemasan polos dan seragam serta peringatan kesehatan bergambar yang lebih mencolok.
Studi internasional mendukung efektivitas kebijakan ini; di Inggris, jumlah penawaran rokok ilegal menurun setelah penerapan kebijakan, sementara di Australia, peredaran rokok ilegal tetap terkendali. “Hal ini menunjukkan bahwa efektivitas kebijakan sangat ditentukan oleh sistem pelaksanaannya, bukan bentuk kemasannya,” tambah Manik.
Keberhasilan penindakan juga terlihat dari operasi pengawasan yang dilakukan Satpol PP DKI Jakarta dan Kanwil Bea Cukai tahun lalu, berhasil mengamankan satu juta batang rokok ilegal di Jakarta Selatan dari warung dan rumah kontrakan.
