Ironi Perayaan HUT Kemerdekaan vs Kemajuan Bangsa

Oleh :Dwi Kusdinar, Pensiunan Guru

carakanews.com -Negara kita Indonesia setiap tahunnya merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan dengan beragam lomba yang seringkali lebih menonjolkan aspek hiburan semata, seperti balap karung atau panjat pinang bahkan makan krupuk.

Sementara itu, bangsa-bangsa maju di dunia, sepertinya tidak merayakan kemerdekaan mereka dengan kemeriahan serupa dengan bangsa kita, namun justru fokus pada inovasi, pendidikan, dan pembangunan berkelanjutan.

Hal ini menimbulkan pertanyaan mendasar, apa yang salah dengan cara kita merayakan kemerdekaan ? mengapa bangsa ini terkesan jalan di tempat?

Perayaan kemerdekaan yang sarat dengan lomba-lomba tradisional, meski memiliki nilai kebersamaan dan kegembiraan, seringkali kurang memberikan nilai edukasi atau dorongan untuk kemajuan intelektual.

Lomba-lomba ini, walaupun menyenangkan, cenderung bersifat repetitif (berulang -ulang) dan tidak menantang pemikiran kritis atau kreativitas.

Bandingkan dengan negara-negara maju yang justru memanfaatkan momen penting untuk merefleksikan capaian, merumuskan strategi masa depan, dan mendorong semangat riset serta pengembangan.

Mereka tidak memerlukan perayaan besar-besaran karena esensi kemerdekaan bagi mereka terletak pada kemampuan untuk terus berinovasi dan bersaing di kancah global.

Salah satu akar masalah mengapa bangsa ini sulit maju adalah mentalitas yang cenderung puas dengan keadaan dan kurangnya dorongan untuk berprestasi.

Perayaan kemerdekaan kita seolah menjadi cerminan dari prioritas yang lebih mengedepankan euforia sesaat daripada investasi jangka panjang pada sumber daya manusia dan infrastruktur ilmu pengetahuan. Kita terlalu fokus pada seremonial dan kurang pada substansi.

Selain itu, kurangnya kesadaran akan pentingnya pendidikan yang berkualitas.

Sistem pendidikan kita seringkali masih berorientasi pada hafalan daripada pembentukan karakter dan kemampuan berpikir analitis.

Hal ini diperparah dengan minimnya dukungan terhadap riset dan inovasi, yang seharusnya menjadi pilar utama kemajuan sebuah bangsa.

Ini adalah momen yang tepat untuk bertanya, apakah tidak ada keinginan untuk melakukan perubahan?

Di bawah kepemimpinan Bapak Walikota Tri Adhianto, sebetulnya ada peluang besar untuk memulai transformasi ini.

Beliau bisa menginstruksikan Kepala Dinas Pendidikan untuk memberikan instruksi kepada seluruh sekolah, bukan untuk menghapus perayaan kemerdekaan, melainkan untuk mengubah format perayaan menjadi lebih substansial dan mendidik.

Beberapa ide yang bisa dipertimbangkan antara lain :-Mengganti lomba-lomba fisik dengan lomba-lomba intelektual, misalnya, lomba inovasi teknologi yang bisa dilakukan siswa-siswa SMP bahkan SD, kompetisi sains, debat sejarah, atau proyek lingkungan, misal lomba kebersihan dan penataannya dll.

-Mengadakan forum diskusi, mengajak siswa, guru, dan masyarakat untuk berdiskusi tentang tantangan bangsa dan solusi untuk masa depan.

-Mendorong kegiatan yang menumbuhkan jiwa kewirausahaan, misalnya pameran karya siswa, lokakarya keterampilan, atau simulasi bisnis.

-Mengadakan program bakti sosial atau pengabdian masyarakat, Untuk menumbuhkan rasa kepedulian dan tanggung jawab sosial.

Dengan demikian, perayaan kemerdekaan tidak hanya menjadi ajang hiburan semata, melainkan platform untuk memupuk semangat patriotisme yang cerdas, inovatif, dan berorientasi pada kemajuan.

Ini adalah langkah kecil namun fundamental yang dapat memberikan dampak besar bagi masa depan bangsa.

Apakah kita akan terus terjebak dalam lingkaran perayaan yang sama setiap tahun, atau beranikah kita melangkah maju dan menjadikan Hari Kemerdekaan sebagai momentum untuk sebuah perubahan yang nyata?

RELATED POSTS