

JAKARTA – Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP), Maruarar Sirait, memberikan penjelasan terkait wacana pengecilan ukuran minimum desain rumah subsidi. Ia mengakui bahwa harga tanah di perkotaan menjadi pertimbangan utama dalam hal ini.
Maruarar, yang akrab disapa Ara, menyebut kementeriannya telah meminta masukan dan contoh desain dari pengembang. Sebelumnya, pengusaha Lippo Group, James Riady, juga dikabarkan telah memberikan mock-up rumah subsidi.
Meski demikian, Ara menegaskan bahwa belum ada keputusan final mengenai ukuran rumah subsidi yang menjadi perbincangan publik ini.
“Kita minta beberapa pengusaha misalnya sudah mulai menyampaikan pikiran, pendapatnya, dan ada yang memberikan rumah contoh. Jadi belum ada keputusan dari Kementerian kami soal ini,” ujarnya saat ditemui di Gedung Merah Putih KPK.
Saat ini, pemerintah tengah mengkaji perubahan batas ukuran minimum hunian bersubsidi menjadi 18 meter persegi (m2). Ara menjelaskan bahwa selama ini, ukuran satu unit rumah subsidi adalah 60 m2 dengan dua kamar, dan lokasinya tidak pernah di perkotaan. Hal ini disebabkan oleh tingginya harga tanah di perkotaan.
“Contoh, enggak ada rumah subsidi di Jakarta, di Bandung. Rata-rata enggak ada ya di kota ya? Kenapa? Karena harga tanahnya mahal,” jelas Ara.
Selain berdiskusi dengan pengembang, Ara juga mendengarkan aspirasi konsumen. Para calon pembeli rumah subsidi, terutama generasi milenial, turut mempertimbangkan lokasi yang tidak terlalu jauh dari perkotaan, selain faktor desain dan harga.
“Supaya ada rumah kebanyakan buat millennial yang ada di perkotaan. Karena selama ini saya dengar juga mereka yang paling penting tempatnya layak. Tidak kumuh. Tidak usah terlalu besar juga tidak apa-apa,” kata putra salah satu pendiri PDIP, Sabam Sirait, ini.
Untuk tahun 2025, pemerintah telah mengalokasikan anggaran untuk pembangunan 350.000 unit rumah subsidi. Ara memperkirakan proyek ini dapat menciptakan lapangan kerja bagi 1,65 juta orang, dengan asumsi satu unit dikerjakan oleh lima orang.
Pembangunan rumah subsidi ini juga akan melibatkan berbagai industri terkait, seperti semen, pasir, ubin, dan logistik. Selain itu, UMKM juga berkesempatan untuk berjualan di sekitar area proyek, turut menggerakkan ekonomi lokal.
Program pembangunan rumah rakyat ini mendapatkan dukungan penuh dari berbagai pihak, termasuk Presiden, DPR, Menteri Keuangan, dan Bank Indonesia. Melalui program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), Danantara akan menyalurkan Rp130 triliun via KUR Bank Himbara, ditambah bantuan likuiditas dari Bank Indonesia serta Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS).
