

JAKARTA – Kasus peredaran produk illegal, seperti obat bahan alam (OBA) yang mengandung bahan kimia obat (BKO) di lapak-lapak online, menjadi perhartian Komisi IX DPR RI.
Agar tidak terjadi kembali kasus serupa, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) diminta memperluas pengawasan terhadap penjualan obat, kosmetik dan makanan via online.
Hal ini diungkapkan Anggota Komisi IX DPR RI Maharani, dalam keterangan tertulisnya, dikutip dari laman resmi DPR RI, belum lama ini.
Maharani juga mengapresiasi langkah BPOM yang sering melakukan razia dan berhasil menyita produk ilegal bernilai miliaran rupiah.
“Namun pola pengawasannya masih berbentuk reaktif, baru bertindak setelah ada kasus viral,” ujar Maharani.
BPOM, lanjut Legislator Partai Golkar itu, perlu memiliki sistem yang bisa mendeteksi lebih awal. Dirinya mendorong penggunaan teknologi seperti AI dan data analytics bisa diterapkan agar pelanggaran bisa dicegah sejak dini.
Penanganan terhadap produk illegal, menurut dia, tidak cukup dengan memblokir link. Harus ada kerja sama erat antara lintas lembaga, seperti Komdigi, BPOM, marketplace, dan aparat penegak hukum. Mulai dari berbagi data, mengejar produsen, hingga audit berkala terhadap jalur distribusi online.
“Razia saja tidak cukup. Masyarakat juga harus cerdas dan waspada. Saya mendorong agar kampanye edukasi publik ditingkatkan, sampai ke daerah-daerah. Libatkan puskesmas dan apoteker untuk mengajari warga cara cek nomor izin BPOM (NIE), membaca label, dan tidak mudah percaya pada klaim yang berlebihan” ungkapnya.
Maharani menambahkan, banyak influencer mempromosikan produk ‘pemutih instan’ yang membahayakan bahkan overclaim.
“Kami di Komisi IX mendorong aturan tegas kepada influencer yang nakal, bahkan dikenakan sanksi kalau mempromosikan produk ilegal. Masyarakat tidak boleh disesatkan oleh popularitas,” tandasnya.
