

Kota Bekasi, caraka-news.com – Wakil Ketua DPRD Kota Bekasi dari Komisi IV Bidang Pendidikan, Wildan Fathurrahman, menyampaikan protes keras atas tindakan oknum Kepala Sekolah SMA Negeri 21 Kota Bekasi yang secara sepihak menggeser penetapan lokasi (Penlok) pembangunan sekolah dari Kelurahan Jatiluhur ke Kelurahan Jatiasih.
Menurut Wildan, langkah tersebut tidak melalui mekanisme hukum administrasi pemerintahan yang benar.
“Pergeseran Penlok SMA Negeri 21 dilakukan tanpa didahului pembatalan resmi Penlok sebelumnya di Jatiluhur. Padahal penetapan di Jatiluhur memiliki dasar hukum yang jelas dan kuat,” tegas Wildan, Rabu (17/9/2025).
Wildan menegaskan bahwa setiap perubahan Penlok wajib mengikuti UU No. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, khususnya pasal yang mengatur tentang pembatalan atau pencabutan keputusan tata usaha negara (KTUN).
Selain itu, proses ini juga terkait dengan UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang menegaskan kewenangan daerah dalam penataan ruang dan pendidikan menengah.
“Artinya, penetapan Penlok SMA Negeri 21 di Jatiluhur sah dan legal. Jika ingin dibatalkan, harus melalui mekanisme hukum administrasi yang jelas, bukan karena ego sektoral seorang Kepala Sekolah. Sikap ini jelas tidak menghargai Pemkot Bekasi maupun kearifan lokal masyarakat Jatiluhur,” lanjut Wildan.
Wildan juga mengingatkan bahwa saat peresmian SMA Negeri 21 tahun 2019, acara tersebut dihadiri Walikota Bekasi, DPRD Kota Bekasi, perwakilan Dinas Pendidikan Jawa Barat, dan diliput oleh berbagai media.
Fakta ini semakin menguatkan legalitas keberadaan SMA Negeri 21 di Jatiluhur.Lebih jauh, Wildan menjelaskan bahwa penetapan Penlok tahun 2016 dilakukan secara resmi, disaksikan oleh pejabat berwenang: Lurah Jatiluhur saat itu, Ibu Sofia, serta Camat Jatiasih, Bapak Nisan (kini Kepala Kesbangpol Kota Bekasi).
Atas persoalan ini, Wildan mendesak Walikota Bekasi Tri Adhianto untuk memberi teguran tegas kepada pihak yang membuat kegaduhan di wilayah Jatiasih dengan memindahkan Penlok secara sepihak.
Selain itu, Komisi IV DPRD Kota Bekasi juga meminta Gubernur Jawa Barat dan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat segera turun tangan membatalkan Penlok baru di Jatiasih.
Menurut Wildan, pemindahan tersebut berpotensi memboroskan uang rakyat dan bertentangan dengan asas efisiensi sebagaimana diatur dalam UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.
“Di Jatiluhur, kebutuhan lahan hanya 2.800 meter, dan 2.200 meternya sudah disiapkan dari fasos-fasum Perumahan Sapta Pesona. Bahkan sudah ada 3 ruang kelas dari bantuan CSR Summarecon. Sedangkan di Jatiasih justru dibutuhkan lahan 5.000 meter. Ini jelas pemborosan dan bertentangan dengan prinsip efisiensi anggaran,” ungkapnya.
Ironisnya lagi, Wildan menambahkan bahwa warga sekitar lokasi di Jatiasih juga menolak pembangunan tersebut karena wilayahnya padat penduduk dan lahannya merupakan daerah resapan banjir, yang seharusnya dilindungi sesuai UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Wildan menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa DPRD Kota Bekasi akan terus mengawal kasus ini agar kepentingan masyarakat tidak dikorbankan oleh keputusan sepihak yang melanggar aturan hukum. (SF)
